Flyer resmi "Back Fest 2013 : Bekasi Festival Indie Moment" |
Guyuran hujan yang cukup deras menemani perjalanan saya
waktu itu. Perjalanan menuju sebuah gedung bernama KNPI di daerah Cibinong.
Saat itu saya bersama band deathcore
bernama Blessed Of Curse, salah satu dari 3 band yang saya jalani waktu itu.
Saat itu tujuan kami adalah menggetarkan Gedung KNPI dengan 2 lagu yang akan
kami bawakan. Sedangkan tujuan saya adalah : menggetarkan Gedung KNPI dengan 2
lagu yang akan saya mainkan, makan, cepat-cepat pulang ke rumah, dan berangkat
ke Bekasi Square untuk menyaksikan Burgerkill, Seringai, Rajasinga, The
S.I.G.I.T, dan sekumpulan band-band cadas lainnya. Ya, acara bertajuk “Back
Fest 2013” tersebut jatuh pada tanggal 17 Maret 2013 dan bertepatan dengan hari
dimana saya harus manggung dengan Blessed Of Curse di Cibinong. Namun syukur
Alhamdulillah, Tuhan berbaik hati kepada saya. Blessed Of Curse mendapat giliran
main jam 15.30 yang tertera pada rundown
acara tersebut.
Tepat pukul 15.00 saya dan teman-teman menapakkan kaki kami
di parkiran Gedung KNPI. Dengan kaos basah yang mulai mongering, kami masuk ke
dalam gedung tersebut dan ternyata sedang ada pemadaman listrik. Acara belum
dimulai. Saya sempat putus asa karena kemungkinan Blessed Of Curse akan main
lebih akhir, namun Tuhan lagi-lagi berbaik hati kepada saya. Tepat pukul 15.45
nama “Blessed Of Curse!” diteriakkan oleh sang MC. Tanpa basa-basi saya segera
memasang double pedal dan menggoyah
panggung dengan lagu pertama, kami meng-cover
sebuah lagu dari Revenge The Fate berjudul Ambisi. Dilanjutkan dengan lagu ciptaan
Blessed Of Curse berjudul Resah Jiwa. “Jeeeet..” kurang lebih seperti itu lagu
Resah Jiwa berakhir dan saya pun bergegas turun dari panggung. Setelah
membereskan double pedal, saya dan
Anggi sang basis pamit kepada teman-teman yang lain dan panitia acara tersebut.
Mengingat bunyi perut kami yang keroncongan, kami memutuskan untuk memakan
sepiring ketoprak di parkiran Gedung KNPI sebelum berangkat. Setelah kenyang,
Anggi mengeluarkan motor dari barisan parkir dan membonceng saya. Sebuah
perjalanan yang cukup panjang, tapi kami lewati dengan berbagai topik
pembicaraan.
Jam menunjukkan pukul 17.35 saat saya menapakkan kaki
dirumah. Saya hanya menaruh tas double
pedal dan dalam 5 menit saya kembali menerjang aspal dengan angkot.
Perjalanan dari rumah saya ke Bekasi Square memakan waktu satu jam dengan satu
kali pergantian angkot. Istilahnya saya mempertaruhkan nyawa demi menyaksikan
konser ini. Karena kesempatan menonton konser dengan pengisi acara seperti
band-band cadas tersebut di tempat yang tidak terlalu jauh dari rumah merupakan
sebuah kesempatan yang tidak bisa dilewatkan. Sebelumnya saya sudah 2 kali
menyaksikan Burgerkill. Yang pertama pada saat pensi SMAN 54 Jakarta di Hall
Basket Gelora Bung Karno dan yang kedua pada saat acara Hai Day di Parkir Timur
Senayan. Kedua tempat tersebut sama-sama berada di Senayan yang merupakan
daerah yang tergolong jauh dari rumah saya.
Ketika angkot saya melewati pom bensin yang terletak
disebelah Bekasi Square, terlihat sorotan lampu dari atap mall tersebut. Sebuah
acara yang menggunakan lampu sorot merupakan acara yang tergolong meriah. Maka
saya beruntung dapat sampai di Bekasi Square tepat pada waktunya. Saat itu
pukul 18.55 ketika saya memasuki pintu timur Bekasi Square. Saya sedikit
bergegas karena saya tidak mau ketinggalan aksi dari Rajasinga. Karena mereka
mengatakan akan main sehabis maghrib melalui akun Twitter nya @grindcoresinga.
Rajasinga adalah salah satu alasan mengapa saya pergi ke acara tersebut. Maka
saya setidaknya ingin menyaksikan mereka walaupun hanya satu lagu terakhir.
Ketika saya hendak menaiki eskalator, saya berpapasan dengan dua orang teman
saya yang merupakan vokalis dan gitaris dari band hardcore saya yang bernama Hatred. Memang sebuah kebetulan yang
menyenangkan. Acara Back Fest diadakan di rooftop
atau atap dari mall Bekasi Square. Maka kami menaiki eskalator beberapa kali
hingga kami sampai di lantai teratas dari mall tersebut. Kami tidak tahu
tepatnya jalan menuju kea tap tersebut, namun syukur ada beberapa metalhead berbaju logo-logo berakar dari
band-band death metal lokal. Jadi
kami mengikuti mereka ke arah parkiran dan disebelah kanan parkiran ada sebuah
tanjakkan menuju atap tersebut. Semakin
kami menanjak mengikuti jalan tersebut, semakin ramai orang-orang dengan
penampilan underground. Keramaian dan
samar-samar suara band yang sedang di atas panggung benar-benar membakar
semangat kami waktu itu. Akhir dari tanjakkan tersebut adalah sebuah tenda
bertuliskan “Ticket Box”. Saya merogoh kantong dan mengeluarkan 35 ribu rupiah
untuk membeli tiket acara bertajuk “Bekasi Festival Indie Moment 2013”
tersebut.
Sesampai kami di gate,
tiket kami disobek oleh penjaga gate tersebut.
Rupanya band yang sedang tampil adalah Besok Bubar. Sebuah band yang terdengar
asing bagi saya, namun ternyata mereka memiliki massa yang cukup ramai. Tanpa
ragu kami langsung melewati pit dan
menuju ke barisan paling depan yang berada di belakang barikade. Lagu-lagu
seperti “Besok Mati” dan “Pahlawan Bertopeng” menjadi songlist mereka saat itu. Besok Bubar mengakhiri penampilan mereka
dan seorang laki-laki yang tidak asing bagi saya naik keatas panggung dengan microphone di tangan kanannya. Ya, dia
adalah MC sejuta umat yang bernama Allay Error didampingi oleh Olla dari
Funteenlicious. Saya cukup kecewa karena saya tidak sempat menyaksikan
Rajasinga. Rasa kecewa itu hilang ketika Allay dan Olla sang MC berteriak
“Rajasinga!” dengan lantang.
Tuhan berbaik hati kepada saya karena ternyata
Rajasinga main setelah Besok Bubar. Lagu Rajagnaruk yang di-remix diputar oleh sang operator mixer
dari belakang panggung. Trio grindrock
tersebut naik ke panggung secara bergantian. Ketika personil sudah lengkap dan
lagu remix Rajagnaruk berakhir, lagu “99%
THC 1% Skill” menjadi lagu pembuka untuk penampilan Rajasinga pada malam itu.
Kebahagiaan yang saya rasakan saya salurkan dengan sedikit aksi headbang. Dilanjutkan oleh lagu “Kokang
Batang” dan yang ketiga “Dilarang Berbisa” yang benar-benar memicu adrenalin
saya pada malam itu. Lagu-lagu selanjutnya adalah “Good Shit 4 Good Friend”, “Rajagnaruk”,
“Anak Haram Ibukota”, dan “Angkasa Murka”. Dengan perasaan puas, berakhirlah
penampilan dari Rajasinga.
Allay dan Olla kembali naik ke atas panggung untuk berkicau
sementara Seringai sedang mempersiapkan alat-alat ‘perang’ mereka. Setelah
beres, “Seringai!” teriak Allay dan Olla. Satu persatu personil band beraliran High Octane Rock tersebut naik ke atas
panggung. Arian 13 sang vokalis berjalan
ke bagian paling depan panggung dan berkata “Dilarang Di Bandung!” sebuah lagu
pembuka penampilan mereka malam itu. Kebetulan saya tidak terlalu hafal
lagu-lagu Seringai, jadi saya hanya menikmati penampilan mereka dengan
menangguk-anggukkan kepala. Akal bulus saya muncul ketika saya ingat bahwa saya
menyimpan beberapa lirik lagu-lagu Seringai di ponsel saya. Syukurlah akhirnya
saya bisa ber-sing along ria bersama
Arian 13, Ricky Siahaan, Sammy Bramantyo, dan Edy Khemod. Lagu-lagu seperti “Citra
Natural”, “Fett Sang Pemburu”, “Tragedi”, “Program Party Seringai”, dan
“Serigala Militia” menjadi lanjutan lagu pembuka “Dilarang Di Bandung”. Dan
pada lagu terakhir Arian 13 men-direct
crowd dengan 2 kata yang
diulang-ulang “Individu, Individu Merdeka”. Seakan seluruh orang yang berada di
rooftop Bekasi Square menyanyikan
kalimat tersebut , termasuk saya. Ya, lagu “Mengadili Persepsi” menjadi lagu
penutup untuk penampilan Seringai di Back Fest 2013.
Band selanjutnya adalah The S.I.G.I.T. Namun seperti biasa,
sebelumnya di awali dengan kicauan-kicauan maut dari sang MC Allay dan Olla. Setelah
semuanya siap mereka kembali meneriakkan nama band yang akan tampil “The
S.I.G.I.T.!”. Ini adalah kali kedua saya menyaksikan quartet hard rock asal kota Bandung tersebut.
Yang pertama pada saat acara Hai Day. Namun saat itu saya masih benar-benar
tidak pernah mendengar satu lagu pun dari The S.I.G.I.T. Syukurnya, pada saat
Back Fest saya sudah mulai mendengarkan lagu-lagu mereka walaupun hanya “Black
Amplifier” dan “Only Love Can Break Your Heart”. Ya setidaknya pada saat kedua
lagu tersebut dimainkan saya bisa sing
along sedikit-sedikit lah. Seperti pada saat saya menyaksikan mereka di Hai
Day, mereka mengakhiri penampilannya dengan sebuah lagu dimana coda (coda adalah akhiran dari
sebuah lagu) dari lagu tersebut diulang-ulang hingga beberapa kali. Merupakan
sebuah penampilan yang sangat baik dari The S.I.G.I.T.
Lagi-lagi duo MC tersebut kembali berkicau seraya The
S.I.G.I.T. membereskan alat mereka dan Burgerkill bersiap untuk menyiapkan alat
‘tempur’ mereka. “Burgerkill mainnya masih agak lama. Yang mau beli minum atau
rokok silahkan mumpung Burgerkill masih menyiapkan alat-alatnya.” Kata sang MC
Allay Error. Mendengar ucapannya, Saya tidak mau headbang dan sing along
bersama Burgerkill dengan kaki dan kondisi fisik yang lelah karena menyaksikan
band-band sebelumnya. Maka dari itu saya memanfaatkan waktu senggang tesebut
untuk duduk di bawah barikade dan meluruskan kaki bersama para metalhead di samping kanan dan kiri
saya.
Lampu-lampu di sekitar panggung mendadak berubah menjadi
warna merah semua. Saya membangunkan tubuh dan berdiri karena saya tahu bahwa
tidak lama lagi band bentukan tahun 1995 tersebut akan memecahkan gendang
telinga saya dan para penonton lainnya. Tepat di samping kanan panggung, ada
seorang lelaki yang penampilannya tidak asing bagi saya. Ya, dia adalah Eben
sang gitaris Burgerkill sedang asyik menghisap batang rokoknya. Sebuah kebetulan,
ketika saya memperhatikan dia, dia pun melihat saya dan memberikan saya sebuah
salam ‘2 jari metal’. Tanpa sungkan saya membalas salam metalnya lengkap dengan
senyuman. Mungkin dia mengenali wajah saya ketika 2 konser Burgerkill yang saya
tonton, saya selalu berada di paling depan. Ditambah lagi, ketika Eben manggung
di PRJ bersama Ring Of Fire, saya sempat menghampirinya dan meminta foto
bersama. Ring Of Fire adalah band sampingan Eben bersama Fadly sang vokalis
grup band Padi. Perlahan, terdengar suara intro awal sebuah lagu yang tidak terlalu asing di telinga saya.
Saya sepertinya pernah mendengar intro tersebut, namun Burgerkill tidak pernah
memutar intro tersebut di 2 konser yang saya tonton sebelumnya. Seraya intro
tersebut berkumandang, satu persatu personil naik ke atas panggung dimulai
dengan Abah Andris sang penabuh drum. Dan disusul dengan Eben, Agung, dan
Ramdan. Setelah menyapa crowd, tanpa
basa-basi mereka langsung memainkan lagu pertama mereka.” Heal The Pain!” kalimat itulah yang saya teriakkan ketika
Burgerkill memainkan lagu pembuka mereka. Alangkah bahagianya hati saya pertama
kali melihat Burgerkill membawakan “Heal The Pain” secara live! Memang Tuhan
berniat membahagiakan saya pada tanggal 17 Maret 2013 itu. Lalu Vicky sang
vokalis naik ke atas panggung dan langsung
menyambar microphone “These hard days got me thinking to pass this
never ending pain! Heal the pain! Take the pain away!” kurang lebih seperti itulah penggalan lirik
awal dari lagu “Heal The Pain” yang dinyanyikan Vicky, saya, dan ribuan
penonton lainnya. Dengan berakhirnya lagu tersebut, saya pun menundukkan kepala
dan menghela nafas dengan senyuman. Lagu kedua adalah “Laknat”. Lagu yang
memang tidak terlalu familiar di
telinga saya. Maka saya hanya menikmati musiknya tanpa sing along sambil mengistirahatkan tubuh. Selanjutnya adalah “Under
The Scars” dan saya pun kembali dibuat menggila oleh 5 personil band asal
Bandung tersebut. Dengan selesainya lagu “Under The Scars”, saya berniat untuk
kembali menghela nafas. Tapi apa daya? Burgerkill kembali membawakan lagu
favorit saya untuk yang pertama kalinya saya saksikan : “We Will Bleed!” Ya!
Lagu yang menjadi judul film dokumenter band tersebut dikumandangkan dengan
kemasan sound yang apik. “We are! We are
from slum! Breed in blasphemy! We will bleed!” seperti itulah penggalan
lirik “We Will Bleed” yang saya nyanyikan bersama Vicky sang vokalis dan ribuan
metalhead Bekasi. Lagu-lagu
selanjutnya saya nikmati dengan sing
along dan sedikit headbang seperti
“Shadow Of Sorrow”, “For Victory”, dan “House Of Greed”. Sebelum lagu terakhir
dari Burgerkill, terdapat beberapa anak remaja berkaos merah naik ke atas
panggung bersama kedua MC. Lalu, diputar sebuah video tentang tawuran antar
sekolah yang memakan banyak korban. Saat video itu berakhir, sekumpulan
anak-anak remaja tersebut saling bersalaman dan berpelukan. Lalu kedua MC
tersebut mengucapkan terimakasih kepada kami para penonton, pamit undur diri,
dan berteriak “Burgerkill!”. Ritem gitar “Atur Aku” dimainkan oleh Agung. Ya,
“Atur Aku” menjadi lagu penutup penampilan Burgerkill dan acara Back Fest 2013.
Saya pun kembali dibuat berteriak-teriak oleh mereka. Dan di akhir lagu,
panitia acara Back Fest 2013 menyalakan kembang api yang berwarna-warni.
Benar-benar acara yang sangat meriah dan bermodal besar. Setelah saya dibuat
kagum oleh mereka, Burgerkill menyudahi penampilannya dan saya bersama
teman-teman pergi meninggalkan pit
acara tersebut. Masih terdengar suara kembang api dan lagu “Only The Strong”
yang diputar oleh sang operator di belakang panggung.
Saya pamit kepada Bagus dan Agatha, mereka menjauh dan saya
menaiki angkot bernomor 02. Saya melihat layar ponsel dan disitu tertera “23.33
PM”. Penggalan-penggalan lirik Burgerkill dan Rajasinga masih terngiang-ngiang
di pikiran saya saat itu. Memang sebuah malam yang tak bisa saya lupakan. Namun
semua perlahan berakhir termakan suara sepinya jalanan dan menjauhnya angkot
dari Bekasi menuju Ciangsana.